Berita56,Palopo – Sebuah ironi mencoreng wajah pendidikan di Kota Palopo. Rakyat kecil harus belajar keras, banting tulang, dan berkorban demi meraih selembar ijazah sah. Namun, perjuangan itu justru dikhianati perusahaan swasta yang dengan leluasa menahan ijazah asli karyawan sebagai jaminan kerja.
Lebih parah lagi, sebagian ijazah asli yang ditahan tersebut hilang entah ke mana, tanpa ada pihak yang mau bertanggung jawab.
Padahal, ijazah itu bukan sekadar kertas, melainkan bukti perjuangan, modal mencari nafkah, sekaligus identitas hukum seorang pekerja.
Kehilangan ijazah berarti memutus harapan masa depan—dan inilah yang kini dialami sejumlah pekerja di Palopo.
Di sisi lain, publik justru diingatkan kembali dengan catatan kelam di lingkaran elit: suami Wali Kota Palopo yang kaya raya pernah terseret isu dugaan penggunaan ijazah palsu.
Kontrasnya terlalu tajam: rakyat miskin mati-matian meraih ijazah sah yang kini disandera bahkan hilang, sementara elit bisa melangkahi proses pendidikan dengan uang dan kekuasaan.
Sayangnya, Wali Kota Palopo hingga kini memilih diam. Tidak ada pernyataan, tidak ada langkah konkret, seolah penderitaan rakyat hanyalah angin lalu.
Diamnya Wali Kota menimbulkan tanda tanya besar: apakah pemerintah kota benar-benar berpihak pada rakyat atau justru tunduk pada kepentingan elit dan perusahaan?
Masyarakat menilai, jika praktik penahanan hingga hilangnya ijazah asli terus dibiarkan tanpa ada sanksi tegas dan kepastian hukum, maka kepemimpinan di Kota Palopo hanya akan dicatat sebagai simbol di baliho—bukan sebagai pelindung rakyat kecil.,(*)