Berita56,Mamasa – Pemerhati sekaligus pencinta tenun Indonesia, Dewi Sartika Pasande, memberikan apresiasi tinggi terhadap pelestarian budaya menenun di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat.
Hal ini disampaikannya usai mengunjungi sentra kerajinan tenun tradisional di Desa Balla Satanetean, Kecamatan Balla, dalam rangkaian bakti sosial Perhimpunan Masyarakat Toraja Indonesia (PMTI), Kamis, (24/4/2025)
Dewi yang turut mendampingi Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (Asparindo), Y. Joko Setiyanto, mengaku terkesan dengan kemampuan para penenun lokal, khususnya anak-anak dan remaja yang sudah mahir mengolah benang menjadi kain khas Mamasa.
"𝑅𝑒𝑔𝑒𝑛𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑑𝑖 𝑀𝑎𝑚𝑎𝑠𝑎 𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑏𝑖𝑎𝑠𝑎. 𝑆𝑎𝑦𝑎 𝑚𝑒𝑙𝑖ℎ𝑎𝑡 𝑙𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔 𝑎𝑛𝑎𝑘 𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑠𝑒𝑚𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ 𝑚𝑒𝑛𝑒𝑛𝑢𝑛 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑘𝑛𝑖𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑖𝑘. 𝐼𝑛𝑖 ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠 𝑑𝑖𝑎𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑎𝑔𝑎𝑖 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑝𝑒𝑙𝑒𝑠𝑡𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑏𝑢𝑑𝑎𝑦𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝 𝑑𝑖 𝑡𝑒𝑛𝑔𝑎ℎ 𝑚𝑎𝑠𝑦𝑎𝑟𝑎𝑘𝑎𝑡," 𝑢𝑗𝑎𝑟 𝐷𝑒𝑤𝑖.
Menurut Dewi, motif tenun Mamasa memiliki potensi kuat untuk menembus pasar nasional bahkan internasional. Ia menyebut adanya kemiripan estetika antara tenun Mamasa dan beberapa kain tradisional lainnya seperti Batak dan Toraja, namun dengan sentuhan natural khas daerah pegunungan.
"𝑀𝑜𝑡𝑖𝑓𝑛𝑦𝑎 𝑠𝑎𝑛𝑔𝑎𝑡 𝑜𝑡𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘 𝑑𝑎𝑛 𝑏𝑖𝑠𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑎𝑖𝑛𝑔. 𝑇𝑎𝑝𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 𝑘𝑖𝑡𝑎 𝑑𝑜𝑟𝑜𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟ℎ𝑎𝑑𝑎𝑝 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑒𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎. 𝑆𝑎𝑎𝑡 𝑖𝑛𝑖 ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑘𝑎𝑖𝑛 𝑡𝑒𝑛𝑢𝑛 𝑀𝑎𝑚𝑎𝑠𝑎 𝑚𝑎𝑠𝑖ℎ 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑙𝑢 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑙𝑎𝑖𝑛," 𝑢𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝𝑛𝑦𝑎.
Dewi mencontohkan, satu set kain tenun Mamasa untuk pakaian adat masih dihargai sekitar Rp 1,5 juta, sedangkan di Toraja harga yang sama bisa mencapai Rp 3 juta hingga Rp 5 juta di beberapa daerah lain.
Menurutnya, hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Pemda Mamasa untuk meningkatkan promosi dan membangun merek dagang tenun lokal.
"𝑆𝑎𝑦𝑎 𝑏𝑒𝑟ℎ𝑎𝑟𝑎𝑝 𝑘𝑒 𝑑𝑒𝑝𝑎𝑛 𝑏𝑖𝑠𝑎 𝑚𝑒𝑚𝑏𝑎𝑤𝑎 𝑙𝑒𝑏𝑖ℎ 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑏𝑎𝑡 𝑑𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑙𝑒𝑔𝑎 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑎𝑙 𝑀𝑎𝑚𝑎𝑠𝑎. 𝑇𝑒𝑛𝑢𝑛 𝑀𝑎𝑚𝑎𝑠𝑎 𝑙𝑎𝑦𝑎𝑘 𝑑𝑖𝑘𝑒𝑛𝑎𝑙 𝑙𝑒𝑏𝑖ℎ 𝑙𝑢𝑎𝑠, 𝑑𝑎𝑛 𝑖𝑡𝑢 𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑒𝑏𝑖𝑗𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑟𝑡𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑚𝑜𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑟𝑖𝑢𝑠 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑝𝑒𝑚𝑒𝑟𝑖𝑛𝑡𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ," 𝑡𝑒𝑔𝑎𝑠𝑛𝑦𝑎.
Kunjungan Dewi ke Mamasa merupakan bagian dari misi kemanusiaan yang digagas PMTI melalui program Corporate Social Responsibility (CSR), bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Mamasa dan mitra lembaga lainnya.
Dalam program tersebut,PMTI menggelar bakti sosial berupa operasi bibir sumbing dan katarak secara gratis bagi warga kurang mampu di Mamasa.
Rangkaian kegiatan ini menunjukkan bahwa pengembangan budaya lokal seperti tenun tidak bisa dilepaskan dari pendekatan kesejahteraan dan kolaborasi lintas sektor.
"𝑇𝑒𝑛𝑢𝑛 𝑏𝑢𝑘𝑎𝑛 ℎ𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑎𝑖𝑛, 𝑡𝑎𝑝𝑖 𝑠𝑖𝑚𝑏𝑜𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑎𝑑𝑎𝑏𝑎𝑛. 𝐾𝑒𝑡𝑖𝑘𝑎 𝑘𝑖𝑡𝑎 𝑚𝑒𝑙𝑖𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑖 𝑡𝑒𝑛𝑢𝑛, 𝑘𝑖𝑡𝑎 𝑠𝑒𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑙𝑖𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑖 𝑖𝑑𝑒𝑛𝑡𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑘𝑖𝑡𝑎 𝑠𝑒𝑛𝑑𝑖𝑟𝑖," 𝑝𝑢𝑛𝑔𝑘𝑎𝑠 𝐷𝑒𝑤𝑖.(*𝑳𝒆𝒐)